Menjadi Duta Perdamaian


Allah Ta’ala berkehendak manusia saling mengenal

Perbedaan dan keanekaragaman suku, ras, budaya dan agama bukanlah suatu hal yang baru atau yang baru tercipta pada masa kita saat ini. Sejarah mencatat kehidupan manusia sudah sejak dari awal mula telah dimulai dengan penciptaan yang berbeda-beda, dan dalam bentuk yang beraneka ragam. Hal ini telah diungkapkan dalam Alquran:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ 

“Wahai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan Kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah, ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha waspada.” (QS. Al Hujurat, 49:14)

Oleh karena itu, kalau kita memahami dengan pandangan yang benar, maka kita akan mudah memahami, bahwa perbedaan yang ada di antara manusia. Manusia tidak diciptakan dalam satu warna, satu suku, satu budaya bahkan satu agama, melainkan telah diciptakan menurut kehendak takdir Tuhan, dalam ciptaan yang tidak sama dan tidak dalam satu rupa. Padahal Allah Ta’ala sekiranya dikehendaki, maka pasti Dia menciptakan umat manusia menjadi satu, sebagaimana diungkapkan dalam Firman-Nya:

 وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ 

“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan oleh-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap apa-apa yang telah diberikan oleh-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kamu kembali semuanya, lalu akan diberitahukan oleh-Nya kepadamu apa-apa yang selalu kamu perselisihkan.” (QS. Al Maidah, 5:49)


Para Ahmadi menjadi Duta perdamaian Islam Sejati

Dalam sutau kesempatan Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, khalifatul Masih ke V atba bersabda: “kewajiban setiap individu muslim Ahmadi untuk menyebarkan pesan yang benar dan damai dari agama Islam. Muslim Ahmadi tidak akan menggunakan kekuatan tetapi akan selalu berusaha untuk membujuk orang lain dengan cinta dan kesadaran pribadinya.”

Nabi Muhammad saw mengajarkan bahwa seseorang harus memberikan kepada orang lain sesuatu yang lebih disukai oleh diri mereka sendiri. Dengan semangat ini kita harus berupaya untuk menyebarkan pesan Islam yang benar. 

Hadhrat Khalifah bersabda “Komunitas Muslim Ahmadiyah tidak memiliki ambisi duniawi atau politik. Tujuan kami adalah hanya untuk menerangi dunia dengan ajaran yang benar dan elegan dari Islam. Tidak ada yang harus dipaksa untuk percaya, tugas kita hanya untuk menyampaikan pesan dan setelah itu terserah Allah Ta’ala saja untuk membuka hati orang-orang untuk menerima kebenaran.”

Untuk menjadi standar dalam penyebaran Islam maka barometernya adalah diri kita sendiri harus menjadi contoh bagi orang lain. Para Ahmadi harus lebih mengutamakan cinta kasih kepada sesama tanpa melihat siapa orang lain.


Membantu tanpa pamrih

Allah Ta’ala menghendaki manusia saling menolong dan mendukung mereka yang lemah dan tidak berdaya, maka inilah motivasi Muslim Ahmadiyah dalam mengkhidmati umat manusia. Hadhrat Khalifah bersabda: “Kami sedang berupaya memberikan bantuan, menyediakan tempat tinggal, membantu kesehatan dan pendidikan bagi siapapun tanpa melihat latar belakang mereka.”

Hadhrat Khalifah menambahkan “Setiap manusia di dunia memiliki hak untuk meraih pendidikan dan menjadi keharusan bagi kami dalam membantu siapapun yang memerlukannya. Dan karenanya kami sedang dan terus membangun sekolah-sekolah dan menyediakan beasiswa untuk pemenuhan pendidikan bagi mereka, yang bila tidak dibantu akan menjadi yang tertinggal.”

Hal inilah yang terus dilakukan oleh Muslim Ahmadiyah di berbagai belahan dunia. Mempersembahkan pengkhidmatan sedemikian rupa, baik dibidang pendidikan, dibidang kemanusiaan, dan lain sebagainya adalah hal yang utama. Dan tugas seorang muslim adalah demikian :

Dari Jarir bin ‘Abdullah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa tidak mengasihani sesama manusia maka Allah tidak akan mengasihaninya.” (HR. Bukhari Muslim)

Shalat Dan Tahap Kemajuannya

 1. Tafsir Surah Al Kautsar

إِنَّآ أَعْطَيْنَٰكَ ٱلْكَوْثَرَفَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ 

إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلْأَبْتَرُ 

Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada engkau kautsar; maka beribadahlah kepada Tuhan engkau dan berkorbanlah; sesungguhnya musuh engkau itu, dialah yang tidak akan berketurunan.

Nama Surah yang paling pendek adalah Al Kautsar. Yang berarti Khair Katsir, kebaikan yang sangat banyak atau melimpah. Di dalam Surah yang pendek ini dijelaskan bahwa dengan cara apa manusia dapat meraih kebaikan yang melimpah itu?

Menjelaskan kebaikan yang melimpah dan cara meraihkanya termasuk diantara kesempurnaan Al Quran. Surah ini hanya terdiri dari 3 ayat. Ayat yang pertama dan terakhir terdiri dari jumlah (Kalimat) yang singkat dan di tengah ayat Surah ini terdapat dua jumlah (Kalimat) yang singkat juga.

Di dalam ayat pertama disebutkan "Hai Nabi! Kami telah menganugerahkan kepada engkau kebaikan yang melimpah", dan di dalam ayat terakhir "Musuh engkau adalah dia yang ingin melenyapkan atau menghancurkan engkau. Dia sendiri akan lenyap atau hancur. Dia akan diasingkan atau diluputkan dari setiap kebaikan."

Sedangkan pada ayat kedua terdapat dua perintah dalam 2 kalimat yang singkat, yakni "Maka sembahyanglah (shalat lah) untuk Tuhan engkau dan berkorbanlah." hal ini seakan-akan memberitahukan dua cara untuk meraih kebaikan yang melimpah itu, Khair Katsir.

2. Tujuan Agama dan Cara Meraihnya

Tujuan agama yang sebenarnya ada 2 cara untuk meraih tujuan itu. Tujuan agama yang telah diberitahukan adalah Dia membawa kebaikan yang melimpah ke dunia. Ini hendaknya diperhatikan bahwa bukan saja ahli lughat saja, melainkan para mufassirin Alquran zaman dahulu pun mengartikan Kautsar itu dengan kebaikan yang melimpah.

Mengenai Kautsar dinyatakan kepada Said bin Jabir, maka beliau bersabda bahwa Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepada Rasulullah saw banyak dari setiap kebaikan. Seseorang berkata bahwa di surga ada sebuah sungai, maka beliau saw bersabda selain sungai ada juga yang lainnya. Pada hakikatnya di dalam kebaikan yang melimpah ini terkumpul 2 jenis kebaikan, kebaikan agamawi dan kebaikan duniawi.

Di dalam Lisanul Arab terdapat arti Kautsar bahwa dianugerahkan kepada beliau saw sedikit dari kebaikan yang tidak dapat dihitung. Terdapat juga suatu perkara bahwa kabar yang ada di dunia menyebar dengan perantaraan Rasullah saw bukan dengan perantaraan Nabi yang lain.

3. Setiap muslim dapat meraih kebaikan yang melimpah dengan shalat dan pengorbanan

Jelaslah bahwa ini merupakan pidato Rasulullah saw namun bukan hanya Rasulullah saw saja, melainkan para pengikut beliau saw juga. Dari sini pun jelas bahwa yang diperintahkan adalah shalat dan berkorban. 

Itu bukan perintah untuk Rasulullah saw saja, melainkan untuk setiap pengikut beliau. Seakan-akan arti kata-kata ini adalah :

"Hai manusia! Kami telah menganugerahkan kepada engkau kebaikan yang melimpah dengan perantaraan wahyu Kami dan 2 cara untuk meraihnya. Pertama adalah shalat dan yang ke dua adalah pengorbanan." 

Yakni, manusia dapat meraih kedudukan tinggi hanya dengan shalat dan pengorbanan saja, yang dengan perantaraan lain manusia tidak dapat meraihnya. Dua hal inilah yang membuka jalan setiap kemajuan untuk manusia. Allah Ta’ala telah membuka pintu-pintu Kautsar kepada orang-orang muslim. Di dalamnya terdapat 2 pintu untuk meraihnya, yakni shalat dan pengorbanan.

4. Bagaimana shalat menjadi sumber kemajuan-kemajuan manusia

Shalat itu membawa ke arah kebaikan yang melimpah atau kedudukan kemajuan yang tinggi, diawali dari kehidupan dunia ini. Pengorbanan merupakan suatu amal perbuatan dan dengan jelas meraih kebaikan atau kemajuan itu tergantung pada pekerjaan seseorang. Yakni dia mengerjakan sedikit, maka hasilnya ia mendapatkan sedikit pula. Atau sebaliknya ia kerjakan banyak maka hasilnya pun banyak. Dan inilah prinsip yang diajarkan Alquran:

وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ 

"Tidaklah bagi manusia itu kecuali apa yang ia usahakan." (QS. An Nazm: 53:39)

Sebenarnya, siapapun orang yang mengerjakan suatu pekerjaan, itu merupakan hasil dari keinginannya. Dalam pekerjaan-pekerjaannya itu ia menjadi budak keinginan-keinginannya dan berjalan di belakang keinginan-keinginan itu. Seseorang yang timbul dalam hatinya keinginan buruk dan hina, maka dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan itu. Seseorang yang timbul di dalam hatinya keinginan baik dan mulia, maka dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan baik itu. Walhasil, akar seluruh kemajuan manusia adalah tertimbunya keinginan-keinginan yang rendah dan hina itu serta di dalamnya timbul keinginan-keinginan baik dan mulia serta shalat lah yang menyediakan manusia untuk itu.

5. Shalat adalah sarana terbaik untuk menahan keinginan-keinginan rendah dan melahirkan keinginan-keinginan tinggi (mulia) 

Shalat adalah suatu sarana yang dapat diraih dalam kesempurnaannya. Oleh karena itu, di dalam Shalat lahir kesadaran akan wujud Tuhan pada qalbu manusia. Pada waktu itu manusia menganggap bahwa dia sedang berdiri di hadapan Tuhannya. Diantara dia dan Tuhannya tidak ada tabir penghalang. Terjadilah hubungan erat antara fitrat insani dan Khaliknya. Seperti Alquran jelaskan :

ثُمَّ سَوَّىٰهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِۦۖ 

Yakni, Allah Ta’ala telah membawa manusia kepada satu keadaan kesempurnaan dan meniupkan ruh kedalamnya. (QS. As Sajdah, 32:9)

Cahaya fitrat insani lahir dalam kesempurnaannya, ketika pada hatinya terdapat kesadaran akan wujud Allah Ta’ala. Tanpa fitrat kesadaran itu, maka tidak lahir sirna dalam nur (cahaya). Manusia bukan hanya memuji Allah Ta’ala dengan lidahnya dan menyanjung sebuah lagu kebesaran-Nya, melainkan seluruh bentuk jisim pun yang beragam menempuhnya sesuai dengan dzikir-dzikir itu. Dan setelah mendapatkan perbuatan dengan perkataan berkesesuain, maka lahirlah pengaruh khusus pada kalbu.

Penyusun : Dian Khoeruddin 

Bahan bacaan :

Malfuzhat, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Add publish London,

Riyadush Shalihin, Drs. Muslich Shabir MA, PT Karya Putra Semarang

Tafsir Alquran, Ghulam Farid, cet Wisma Damai, Bogor 

Akhlak Hasanah Rasulullah saw

Ada sebuah syair yang berbunyi :
Raat muhpil me tere husin ke syale ke Huzur
Syami ke muh peh jo dekha tu khahei nur na tha
Kegelapan malam yang sangat gelap gulita, tak terlihat kejuitaan cahaya kekasih. 
Tak terlihat suatu apa pun dan cahaya pun tak nampak jua

Maksud dari syair tersebut adalah bahwa akhlak Hasanah Rasulullah saw yang pernah diperagakan oleh para sahabat beliau saw maupun oleh para thabi'i setelah abad ke 3 sampai zaman ini mulai sirna dan perilaku umat manusia ada dalam kebinasaan.

Dengan segala corak cara kita senantiasa menghindarkan diri segala macam corak dusta, fasiq (durhaka), berhenti dari adat kebiasaan buruk, takabbur (sombong), khianat, rakus, dan senantiasa hidup dengan merendahkan diri, beradat istiadat lemah lembut, belas kasih, senantiasa mendirikan shalat lima waktu, serta menjadikan firman Allah Ta’ala sebagaimana pedoman bagi setiap langkahnya, juga menjadikan sabda Rasulullah saw menjadikan pegangan hidupnya. Maka penduduk dunia akan menjadi tentram seperti yang pernah dialami di zaman Rasulullah saw. 

Sehubungan dengan hal tersebut, Hadhrat Masih Mauud as bersabda:
"Setiap warga Ahmadi yang selalu akhlak buruk, takabbur, sombong, khianat, tamak, selalu menyebar keburukan, kejahatan, tidak menaruh rasa kasih, tidak menghargai agama, selalu menyebarkan isu buruk, selalu menimbulkan kerusuhan, selalu menimbulkan guru-hara, saya menyarankan kepada orang semacam ini harap meninggalkan Jemaah Ahmadiyah dan segera angkat kaki dari Ahmadiyah."

Apa sebabnya beliau mengatakan demikian, adalah karena beliau sangat mencintai akhlak Hasanah Rasulullah saw, dan di akhir zaman ini cara yang paling baik, senjata yang paling ampuh untuk menyeru kepada Allah da'wat Ilallah adalah dengan cara tersebut. 

Sebab Rasulullah saw juga pernah bersabda innamal bu'istu liutami makarimal akhlak yakni sesungguhnya aku diutus kedunia ini adalah untuk memperbaiki akhlak. Jadi cerminan muslim yang baik adalah ia harus berusaha untuk menciptakan dalam dirinya dorongan-dorongan kearah akhlak yang baik, serta sekuat tenaga menghindar dan bahkan menjauhkan diri dari keburukan-keburukan. 

Memahami ‎Ayat ‎Khataman ‎Nabiyyin


Memahami Ayat Khataman Nabiyyin

Masalah khataman Nabiyyin menjadi salah satu topik yang tak pernah habis dibicarakan di kalangan umat Islam. Banyaknya pendapat dan penafsiran yang berbeda-beda, akhirnya banyak pula di kalangan kaum muslimin salah dalam menyimpulkan. Kita ketahui topik ini berawal dari Firman Allah Ta’ala dalam Surah Al Ahzab ayat 41:

مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿۴۱

“Muhammad saw bukanlah bapak dari seorang laki-laki kamu. Akan tetapi ia adalah Rasul Allah dan Materai sekalian Nabi, dan Allah itu Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Rangkaian ayat diatas perlu kita pahami terlebih dahulu pembahasannya, tidaklah tepat kalau kita mengartikan “Khataman Nabiyyin” itu penutup nabi-nabi atau penutup rasul-rasul. Coba kita telisik bersama bahwa ayat ini memiliki susunan kalimat majemuk yang terdiri dari 3 pembahasan.

  1. Kalimat pertama : “Maa kaana Muhammadun abaa ahadim min rijalikum” (Kalimat pokok-pembahasan utama) (Muhammad bukanlah bapak seorang anak laki-laki.
  2. Kalimat ke dua : “walakin rasulullah” (Muhammad adalah seorang Rasul Allah)
  3. Kalimat ke tiga: “wa khataman nabiyyin” (Muhammad adalah  Khataman nabiyyin).

Nuzulul Quran Ayat Khataman Nabiyyin

Kalimat pertama adalah pokok pembahasan terpenting dari ayat ini kemudian pokok pembahasan di kalimat kedua adalah penjelasan dari kalimat pertama. Serta kalimat ke tiga adalah menjelaskan dari kalimat kedua. Sehingga kalimat satu dengan kalimat yang lain di dalam ayat ini saling berhubungan dalam mengutarakan suatu masalah. Kita pahami bahwa di kalimat pertama dijelaskan bahwa “Muhammad saw bukanlah bapak dari seorang laki-laki kamu”.

Untuk memahami permasalahannya, maka kita bisa menelusuri asbabun nuzulnya ayat ini diturunkan oleh Allah Ta’ala.

Rasulullah saw mempunyai seorang abid (hamda sahaya), hadiah dari Hadhrat Siti Khadijah ra. Namanya Zaid bin Harits. Pada suatu hari orang tuanya dan seorang saudaranya menghadap Rasulullah saw dan menanyakan perihal Zaid, karena mereka sudah lama mencari-cari Zaid sampai akhirnya di dengar kabar bahwa Zaid berada di rumah Rasulullah saw. kemudian Zaid dipanggil dan ditanyai Rasulullah saw: “Zaid kenalkah dengan kedua orang ini?” Zaid menjawab: “Kenal, ya Rasulullah, ini bapak hamba dan seorang lagi paman hamba”. Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah olehmu, bahwa maksud kedatangan bapakmu dan pamanmu ini hendak menjemputmu pulang ke kampung. Jika engkau mau pulang, maka pulanglah bersama bapakmu dan pamanmu. Bagiku tidak ada keberatan apapun.” Jawab Zaid: “Jika sekiranya tuan masih berkenan akan hamba, hamba tidak akan pulang, hamba ingin terus menetap bersama tuan.”

Mendengar jawaban Zaid, Rasulullah sangat bergembira, dihadapan kaum Quraisy, Rasulullah saw mengemukakan: “Hai orang-orang Quraisy! Saksikanlah, sejak hari ini Zaid kuangkat sebagai anakku. Oleh karenanya sejak saat ini panggilah dengan nama Zaid bin Muhammad."

Menurut adat dan kebiasaan orang-orang Quraisy pada masa itu, hak dan kewajiban anak angkat sama dengan hak kandung. Itulah sebabnya, penggantian nama Zaid dengan Zaid bin Muhammad adalah suatu hal yang biasa. Kemudian Rasulullah mencarikan seorang wanita untuk dijadikan istri Zaid. Maka Zaid pun kawinlah dengan Siti Zaenab, seorang wanita dari kalangan keluarga Rasulullah saw juga. Oleh karena Siti Zaenab berasal dari keluarga bangsawa, membawa perkawinan mereka timbul ketidak serasian. Beberapa kali Zaid hendak menceraikan Siti Zaenab, namun Rasulullah saw selalu menasehati. Pada akhirnya Zaid menceraikan juga.

Setelah Siti Zaenab menjadi janda dan habis masa idahnya Rasulullah saw diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk menikahi Siti Zaenab. Tentunya Rasulullah saw merasa segan untuk melaksanakan perintah tersebut dikarenakan Zaid ini adalah anak angkat beliau dan pasti akan ada pertentangan di kalangan kaum quraisy. Bahwa perintah Allah Ta’ala tersebut untuk menggugurkan dan merombak adat kebiasaan orang-orang quraisy yang tidak dibenarkan oleh Allah, yaitu mengenai anggapan bahwa anak angkat dipersamakan dengan anak kandung.

Makna Khataman Nabiyyin

Keterangan kedua perihal Khataman Nabiyyin, menurut lughot maa yukhtamu bihi yakni suatu barang yang digunakan untuk mencap; jadi, alat pencap. Khatam berasal dari kata khatama yang berarti Ia memetrai, mencap, mensahkan atau mencetakkan pada barang itu. Adapun menurut beberapa contoh pemakaian kata khatam yang diiringi dengan kata-kata jamak, sebagai berikut :

Sabda Nabi Muhammad saw kepada Hadhrat Ali ra:

اَنَا خَاتَمُ الْاَنْبِيَاءِ وَاَنْتَ يَاعَلِىُّ خَاتَمُ الْاَوْلِيَاءِ

Aku adalah khatam para Nabi dan engkau wahai Ali khatam para wali. (Tafsir Syafi dibawah ayat khatamman Nabiyyin)

  1. Syeh Muhyidin Ibnu Arabi diberi gelar dengan khatamul auliya (dalam pendahuluan kitab Futuhat Makiyyah).
  2. Hadhrat Imam Sayuti dipanggil dengan Khatamul Muhaqiqiin (Tafsir ‘Ittiqan)
  3. Abu Thamam At-Thai seorang tukang syair disebut oleh Hasan bin Wahab Khatamul syu’ara (Wafiyyatu a’ayan libni khalkan jld I/123)

Untuk lebih jelasnya arti khataman Nabiyyin itu adalah sebagai berikut:

  1. Rasulullah saw adalah materai para Nabi, yakni, tiada Nabi yang dapat dianggap benar, kalau kenabiannya tidak dimateraikan Rasulullah saw. dan juga tiada seorangpun yang dapat mencapai kenabian sesudah beliau, kecuali dengan menjadi pengikut beliau.
  2. Rasulullah saw adalah yang terbaik, termulia dan tersempurna dari semua nabi dan juga menjadi sumber hiasan bagi mereka (Zurqani, Syarah Muwahib-al-Laduniyyah)
  3. Adalah Ia (Nabi Muhammad saw) itu seperi cincin bagi mereka (para nabi) dan mereka berpenghiasan denganya. Karena beliau salah seorang dari golongan mereka  (Tafsir Fathul Bayan, jld VII, hal. 286).

Rasulullah saw untuk seluruh umat Manusia

Adapun keterangan ketiga adalah sebagaimana Firman Allah Ta’ala

وَ مَاۤ اَرۡسَلۡنٰکَ اِلَّا کَآفَّۃً لِّلنَّاسِ  ﴿۲

Tidaklah Aku utus engkau melainkan untuk seluruh manusia (34:28)

Nabi Musa as diutus kepada seluruh Bani Israil, tetapi sesudah beliau Allah Ta’ala mengutus dan mengirim Rasul-rasul untuk kalangan mereka. Maka begitu pula Nabi Muhammad saw, beliau diutus untuk semua bangsa dan tentulah nabi yang akan datang diutus pula untuk seluruh dunia dengan tugas memenangkan Islam di atas segala agama.

Kesimpulan

Ayat berkenaan Khataman Nabiyyin ini untuk menegaskan bahwa kedudukan Hadhrat Zaid ra di mata orang-orang quraisy sebagai seorang anak angkat. Sehingga janda anak angkat atas perintah Allah Ta’ala beliau kawini. Sebagaimana firman-Nya : “Panggillah mereka, yakni anak-anak angkat dengan nama bapak mereka, itulah yang lebih adil disisi Allah.” (Al Ahzab, 6)

Ayat khataman Nabiyyin pun memeberikan keterangan kedudukan Rasulullah saw sebagai cap, materai dan penyempurna para Nabi terdahulu. Serta kedudukan beliau sebagai seorang Rasul Allah yang diutus untuk seluruh umat manusia.

Bahan Bacaan :

Arti Khataman Nabiyyin, H. Mahmud Ahmad Cheema HA, Jemaat Ahmadiyah Indonesia 1987

Menjernihkan Air Tuba Prasangka Terhadap Ahmadiyah, Bani Soerahman, Yayasan Al Abror 2003

Tafsir Alquran, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad rh, Khalifah Al Masih ke 4, Yayan Wisma Damai 2002

Kami Orang Islam, PB Jemaat Ahmadiyah, 2007

Doa Melihat Hilal


Hilal adalah tanda mengawali atau mengakhiri pergantian perhitungan bulan dalam Islam. Biasanya untuk melihatnya harus menggunakan alat namun tidak jarang pula ada orang-orang yang dengan mata zahir dapat melihatnya. Apabila kita melihat Hilal maka dianjurkan untuk membaca doa.

Hadhrat Thalhah bin Ubaidillah ra menyampaikan sebuah riwayat yang kemudian di jadikan referensi oleh At Turmudzi. 

Apabila melihat bulan terbit, Rasulullah saw bersabda :

اَللّٰهُمَّ اَهِلَّهُ عَلَيْنَا بِالْأَمْنِ وَالْإِيْمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالاِسْلَامِ، رَبِّيْ وَرَبُّكَ اللّٰهُ هِلَالُ رُشْدٍ وَخَيْرٍ.

"Allahumma ahillahu alainaa bilamni wal iimaani was salaamati wal islaami rabbii warobbukal Laahu hilaalu rusydiw wa khaiir"

Wahai Allah, terbitkanlah bulan itu kepada kami dengan sentosa, iman, selamat, Dan Islam. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah, bulan yang membawa petunjuk dan kebaikan. 

Puasa 2021 Sebentarlagi

Waktu seakan tak terasa begitu cepatnya, dalam beberapa bulan ke depan kita akan memasuki bulan puasa Ramadhan. Ibadah puasa merupakan bagian dari rukun Islam. Sebagaimana dalam kitab Lubbabul Hadits, Imam As Suyuti Rasulullah SAW bersabda: 

عَنِ ابْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Buniyal-Islamu ala khamsin: syahadatun an la ilaha illallah wa anna Muhammadan Rasulullah, wa iqami-shalati, wa iyta-i az-zakati, wa hajjul-baiti, wa shaumu Ramadhana.”

Yang artinya: “Islam dibangun atas lima hal. (Antara lain) mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berhaji, dan menunaikan puasa Ramadhan,”.

Puasa yang beberapa hari lagi kedepan akan dikerjakan merupakan bagian dari bangunan Islam. Kokohnya keyakinan kita terhadap Allah Ta’ala dilandasi dengan 5 hal yang termaktub dalam Hadits di atas.

Bahkan dalam Alquran, menjalankan Puasa di Bulan Ramadhan adalah suatu kewajiban setiap muslim, sebagaimana firmannya :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Ya ayyuhal ladziina amanu kutiba 'alaikumush shiyaamu kamaa kutiba alal ladziina ming qablikum la' allakum tattaquun"

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana telah di-wajibkan atas orang-orang sebelummu, supaya kamu ter-pelihara dari segala keburukan. (Al-Baqarah:184)

Puasa sebagai peraturan agama, dalam bentuk atau dengan perincian bagaimana pun terdapat pada tiap-tiap agama. “oleh kebanyakan agama, pada kebudayaan yang tarafnya rendah, pertengahan atau lebih tinggi sekalipun, puasa itu umumnya diwajibkan; dan, walaupun bila tidak diharuskan, puasa itu dilakukan seberapa jauh oleh perseorangan, sebagai jawaban kepada dorongan alaminya” – (Enciclopia. Britis.).

Merupakan pengalaman umum para wali dan ahli kasyaf bahwa pemutusan hubungan jasmani atau pertalian duniawi sampai batas tertentu, sangat perlu untuk kemajuan rohani dan memberikan pengaruh mensucikan yang kuat sekali kepada alam pikiran. Tetapi, Islam telah memperkenalkan orientasi dan arti rohani baru dalam peraturan puasa ini. Menurut Islam, puasa merupakan lambang pengorbanan yang sempurna. Orang yang berpuasa bukan hanya menjauhi makan-minum, yang merupakan sarana hidup yang utama, dan tanpa itu orang tak dapat hidup, tetapi juga menjauhi istrinya sendiri, yang merupakan sarana untuk mendapat keturunan. Jadi, orang yang berpuasa membuktikan kesediaannya yang sungguh-sungguh untuk mengorbankan segala-galanya untuk kepentingan Tuhan dan Khalik-nya, kapanpun diperlukan.

Mari kita bersiap untuk menyambut datangnya puasa bulan Ramadhan, siapkan fisik dan kesehatan serta niat yang baik untuk melaksanakannya. 

Penebusan Dosa dalam perspektif Alquran

Tidak ada seorang pun yang dapat menebus dosa orang lain. "Dan tiap-tiap manusia itu telah kami tetapkan amal perbuatannya pada lehernya; Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu itu sebagai penghisab terhadapmu. Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan petunjuk Allah Ta’ala, maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi kerugian dirinya sendiri. Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul." (QS. 17:13-15)

Jadi setiap orang harus memikul beban dosa-dosanya, tanggung jawab perbuatannya sendiri, karena pada hakikatnya pengorbanan dan penebusan dosa dari siapapun bahkan tidak akan memberi manfaat kepada orang lain Sedikit pun. 

"Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil orang lain untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipukulkan untuknya Sedikit pun walaupun oleh kaum kerabatnya." (QS. 35:18)

Satu-satunya jalan harus kembali kepada Allah Ta'ala dalam keadaan sepenuh-penuhnya bertaubat. Dia menerima Taubah dan mengampuni dosa-dosa (QS. 40:3)

Dan Dia lah yang menerima Taubah dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 42:25)

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar kesalahan-kesalahanmu. (Qs 42:30)

Katakanlah: hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Tuhan. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa-dosa. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Allah Tuhan-Mu, dan berserah diri lah Kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi. (QS.39:54-55)

Kemudian sesungguhnya Tuhanmu mengampuni bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohanya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki dirinya, sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 16:119)


Cinta Ahmadi Untuk Seluruh Manusia

Setelah 13 tahun mengalami penderitaan dan penganiayaan yang hebat dari suku-suku Arab, kaum Muslimin awalin diberikan izin oleh Allah Ta’ala untuk mempertahankan diri, izin tersebut hanya diberikan hanya untuk melindungi agama Islam. Peperangan semacam inipun diizinkan sebatas untuk melindungi semua tempat ibadah dan agama. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, khalifatul Masih ke V atba saat meresmikan mesjid baru yang bernama Baitul Qadir yang dibangun oleh Jemaat Muslim Ahmadiyah Jerman di kota Vechta. (09/06/2015).

Pernyataan ini walaupun sudah lama dinasihatkan oleh Hadhrat Khalifah, namun kesannya sangat berharga. Hal ini menandakan Islam hakikatnya tidak dizinkan untuk melakukan berbagai macam tindak-penganiayaan yang mengatas-namakan agama Islam, Allah Ta’ala tidak mengizinkan perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain hanya demi untuk melancarkan kepentingan pribadi.

Oleh karena itu, Hadhrat Khalifah menjelaskan bahwa pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as sebagai Al Masih dan Imam Mahdi di Akhir Zaman, diutus oleh Allah Ta’ala dengan mengemban dua tujuan utama. Pertama adalah untuk membawa umat manusia lebih dekat dengan penciptanya (melalui Ibadah dan Mu’amalah) dan kedua adalah untuk membuat manusia menyadari akan tugas dan kewajibannya satu sama lain. Ruh dan ajaran-ajaran ini yang mendasari semua kegiatan Jemaat Muslim Ahmadiyah.

Salah satu cara untuk memenuhi tujuan beribadah dan mu’amalah kepada Allah Ta’ala, Jemaat Muslim Ahmadiyah dalam setiap tahunnya selalu mendirikan Mesjid-Mesjid, pusat-pusat media informasi Islam (Tabligh center), sekolah-sekolah dan perpustakaan yang dibangun diberbagai belahan dunia ini. Tertcatat ditahun 2020, Jemaat Muslim Ahmadiyah telah membangun 217 Mesjid baru serta telah mencetak Alquran sebanyak 360.240 buah dalam berbagai bahasa dan menyebarkannya ke seluruh dunia.


Dalam hal kemanusiaan. Hadhrat Khalifatul Masih bersabda: 

“Kami, Muslim Ahmadi memegang pendirian mencintai semua umat manusia dan kami meyakini bahwa jika kami tidak memenuhi hak-hak sesama maka ibadah kami akan terbukti tak berguna. Oleh karena itu dimanapun, kami akan membantu sesama, dan juga di Afrika dan bagian-bagian dunia lain, kami terlibat di dalam berbagai proyek kemanusiaan, misalnya kami telah membangun banyak sekolah dan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan bagi orang-orang yang hidup di kebanyakan tempat-tempat miskin di dunia.”

Inilah gambaran yang sedang dan akan dilakukan oleh Jemaat Muslim Ahmadiyah. Mengkhidmati agama dan mengkhidmati manusia adalah suatu hal yang baik. Dalam Alquranul Karim Allah Ta’ala mengingatkan seorang Muslim itu harus saling tolong menolong dalam hal kebaik dan takwa, tetapi jangan tolong menolong dalam keburukan (dosa) dan permusuhan. (QS.5:3). Apabila manusia melaksanakan asas ini, maka segala dendam-kesumat, kebencian dan permusuhan antara satu sama lain akan lenyap-sirna.

Hadhrat Khalifah menggambar bagaimana keadaan sulit yang dialami oleh orang-orang yang ada di Afrika, tergambar dalam ingatan dan penglihatan, bangaimana beliau menyaksikan anak-anak usia 7 atau 8 tahun harus berjalan bermil-mil dengan membawa bejana besar diatas kepala mereka demi mendapatkan air dari telaga-telaga yang berair kotor. Oleh karena itu, kami, Muslim Ahmadi senantiasa membatu mereka yang memerlukan dengan menyediakan air untuk mengangkat beban mereka dengan membangun instalasi atau merehab pompa-pompa air di banyak tempat yang terpencil. Saat pompa-pompa tersebut bisa bekerja maka maka air pun mulai mengalirkan kebahagiaan tak terlukiskan di wajah-wajah orang, masyarakat setempat.

Inilah lukisan kemanusian yang dipersembahkan Jemaat Muslim Ahmadiyah. Masih banyak kemanusian-kemanusian yang dipersembahkan oleh Muslim Ahmadi dengan harapan cinta untuk semua tiada kebencian untuk siapapun (love for all hatred for none) menjadi slogan untuk menciptakan toleransi dan cinta kasih terhadap sesama.


Sumber: Ahmadiyya Times  

KHALIFAH ISLAM SAAT INI ADALAH CERMINAN PEMERSATU

Oleh : Mln Dian Khoeruddin
Keadaan dunia saat ini sangatlah mengerikan, timbulnya perselisihan dan peperangan membuat dunia ini mengarah kepada kehancuran besar. Allah Ta’ala telah memperingatkan manusia bahwa “Orang-orang telah melakukan keburukan dengan tangan sendiri, akibatnya kehancuran menguasai daratan dan lautan juga supaya itu menciptakan kepada mereka sebagian amal mereka supaya mereka kembali.” (Ar Ruum : 42). Namun kebanyak umat manusia melupakannya.

Sebagai contoh pada perang dunia ke I dan II terdapat lebih dari 70 juta orang menjadi korban. Begitupun pada masa ini banyak terjadi peperangan di setiap benua yang mengakibatkan kehancuran dan korban jiwa berjatuhan.

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi dan Masih Mau’ud as mengambarkan Bahwa : “Saat ini orang-orang menghendaki air rohani. Bumi sungguh telah mati. Zaman ini telah menjadi zaman 'zhaharal fasadu fil barri wal bahri'. Ringkasnya, kehancuran telah terjadi di setiap level manusia. Dalam aspek dan corak apa saja kalian lihat, kondisi dunia telah berubah. Kerohanian tidak tersisa dan bekas-bekasnya tidak nampak. Setiap anak kecil dan dewasa terjebak dalam kelemahan-kelemahan akhlak dan amal. Nama dan tanda penyembahan Tuhan dan makrifat ilahi nampak telah terhapus. Oleh sebab itu, saat ini diperlukan air samawi dan cahaya kenabian turun dan menerangi hati yang beruntung. Bersyukurlah kepada Allah Ta’ala. Dia telah menurunkan cahaya tersebut saat ini dengan karunia-Nya namun sedikit sekali orang yang mengambil faedah dari cahaya tersebut". (Al-Hakam, jilid V, tanggal 31 Maret 1903, halaman 3)

Sesuai dengan petunjuk-petunjuk Alquran Karim dan Sabda Rasulullah saw diperlukan seseorang yang akan menjadi Hakaman Adalan, serta mempersatukan umat dibawah bendera Hadhrat Rasulullah saw. Allah Ta’ala telah menganugerahkan nikmat agung khalifah yang dapat menyelamatkan kita dari kehancuran. Khalifah adalah wakil nabi yang meneruskan misinya. Yakni,menegakkan tauhid di bumi dan mempertemukan manusia dengan Tuhan-nya.

Hadhrat Abu Bakar ra, juga telah menjelaskan pentingnya khalifah pada umat Ilam dan menerangkannya dengan kata-kata, bagaimana Allat Ta’ala menetapkan khalifah?

وقد استخلف الله عليكم خليفة ليجمع به الفتكم ويقيم كلمتكم
Yakni Allah Ta’ala telah menegakkan khalifah diantara kalian supaya Dia menyatukan kalian dan menguatkan urusan kalian. (Tarikh Kamil li Ibnu Katsir)
Tetapi banyak yan tidak memahami pentingnya khalifah di masa lalu, bahkan Hadhrat Utsman ra beliau pernah memberikan nasihat kepada para pemberontak, “Jika kalian telah membunuhku saat ini, demi Allah, kalian tidak akan pernah dapat bersatu dan kalian tidak akan dapat menjalani hidup harmonis satu sama lain, kalian tidak akan dapat meneakkan shalat berjamaah dan kalian tidak akan mampu memerangi musuh meskipun bersatu.” (At- Thabqatul Kubra)

Dari kedua Khalifah Islam Rasyiddin ini memberikan nasihat bahwa persatuan itu hanya bisa dicitakan apabila ada khalifah didalamnya yang memimpin. Tanpa ada warna khalifah atau tidak berusaha berada dibawah bendera khalifah, sampai kapanpun pasti tidak akan tercipta persatuan.

Hadhrat Khalifah Al Masih ke 2, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra menegaskan bahwa: "Suatu jemaah, suatu bangsa tidak dapat maju selama tidak terdapat warna persatuan. Umat Islam mundur dari segi bangsa ketika tiada khilafah diantara mereka. Ketika khilafah tiada, persatuan tak ada dan ketika persatuan tak ada, kemajuan terhenti dan mulai ada kemunduran. Karena persatuan tidak dapat terbentuk tanpa khilafah dan kemajuan tidak akan ada tanpa persatuan. Kemajuan dapat terjadi melalui persatuan. Persatuan adalah tali yang mengikat bangsa dan orang-orang lemah dari bangsa itu terus berderap maju bersama orang-orang kuat".

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, Imam Mahdi dan Masih Mau‘ud as bersabda: "Ciptakanlah persaudaraan dan kecintaan satu sama lain dan tinggalkanlah kebuasan dan perselisihan. Menepilah dari segala macam cemoohan dan perolokan secara mutlak. Karena olok-olok menjauhkan hati manusia dari kebenaran dan mengacaukannya. Tampillah satu sama lain secara hormat. Utamakanlah ketenangan saudaranya daripada ketenangannya sendiri. Ciptakanlah perdamaian sejati dengan Allah Ta‟ala dan kembalilah dalam mencintai-Nya. Singkirkanlah segala macam pertikaian dan emosi serta permusuhan, karena sekarang waktunya kalian berpaling dari hal-hal sepele dan sibuklah dalam pekerjaan-pekerjaan penting dan agung". (Malfuzhat, jilid I, halaman 266-268)

Ringkasnya hanya berpegang teguh kepada Allah Ta’ala dan senantiasa mencintai dan mentaati khalifah, maka akan tercipta perdamaian. Perdamaian yang sederhana akan melahirkan perdamaian yang besar.

Siapa yang memilih Khalifah?

Lembaga khilafat adalah lembaga yang menjadi penerus Rasulullah saw serta menjadi wakil bagi seluruh umat Islam. Lembaga ini akan menjadi satu-satunya jalan petunjuk umat manusia untuk selama-lamanya. Dan khilafat ini akan terwujud dalam salah satu bentuk di dunia sampai hari Kiamat. Oleh karena itu, Khalifah  bagi kaum muslimin menjadi sesuatu yang istimewa. Mengapa dikatakan istimewa?, sebab kedudukan dan terpilihnya khalifah hanyalah kekuasaan Allah Ta’ala semata. Hadhrat khalifah Al Masih ke II ra bersabda, “Ingatlah dengan baik bahwa Allah Ta’alalah yang menjadikan khalifah, dan dustalah orang yang mengatakan bahwa khalifah adalah orang yang ditetapkan oleh manusia. Sebenarnya dengan merenungkan Alquran dengan seksama bisa diketahui bahwa tidak ada satu tempat pun ketika berbicara tentang khilafat berasal dari manusia, bahkan sebaliknya berkenaan dengan setiap jenis khilafat Allah Ta’ala senantiasa berfirman bahwa kamilah yang menjadikannya sebagaimana berkenaan dengan para nabi dan mamur di dalam ayat Istikhlaf Allah Ta’ala berfirman:

“Allah Ta’ala berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh di antara kalian bahwa Dia akan menjadikan bagi mereka di muka bumi khalifah sebagaimana Dia dulu telah menjadikan khalifah bagi orang-orang sebelum mereka, dan Dia akan menguatkan agama mereka yang Dia sukai untuk mereka, dan Dia akan menggantikan ketakutan mereka dengan rasa aman, mereka akan menyembah Aku dan tidak akan menyekutukan-Ku dengan apa pun. Dan barang siapa yang ingkar setelah adanya perintah ini maka dia akan dijauhkan dari Allah Ta’ala.” (An Nuur : 56)

Sekarang dibawah ayat ini jenis khilafat yang berdiri setelah Nabi Muhammad saw itulah khilafat rasyidah dan khilafat jenis inilah yang harus ada setelah Hadhrat Masih Mauud as. sebagaimana Allah Ta’ala berfirman berkenaan dengan Hadhrat Masih Mauud as:
هُوَ ٱلَّذِى بَعَثَ فِى ٱلْأُمِّيِّۦنَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُوا۟ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا۟ مِن قَبْلُ لَفِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ 
وَءَاخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا۟ بِهِمْۚ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ 

Allahlah yang telah mengutus seorang rasul dari antara kaum yang ummi di tengah-tengah mereka, yang membacakan firman Allah Ta’ala kepada mereka, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah, padahal sebelumnya mereka berada dalam kegelapan yang nyata, dan rasul itu akan mengajar satu kaum lagi yang belum bertemu dengan mereka saat ini, Allah Ta’ala Maha Perkasa dan Maha Bijkasana. (Al Jum’ah, 3-4)

Di dalam ayat ini Allah Ta’ala telah menjadikan perumpamaan masa Hadhrat Masih Mauud as dengan masa RasuluLlah saw dan berfirman bahwa satu waktu Nabi saw memang telah memberikan tarbiyat kepada para sahabat, dan sekali lagi beliau saw akan memberikan tarbiyat kepada satu kaum lagi yang hingga saat itu belum lahir. Dan dengan menjadikan para sahabat Hadhrat Masih Mauud as sebagai perumpamaan para sahabat RadliyaLlahu-anhum, Dia memberitahukan bahwa diantara mereka berdua ada satu hukum Allah Ta’ala yang akan berlaku, yaitu sebagaimana setelah Nabi saw berdiri khilafat, maka penting setelah Hadhrat Masih Mauud as juga khilafat berdiri. (Anwarul ‘uluum Jilid 2 hal.11-12)

Seolah-olah yang dimaksud dengan khilafat ‘alaa minhajinnubuwwah adalah khilafat yang pondasinya adalah kenabian dan yang standar kebenarannya adalah disamakan dengan standar kebenaran kenabian dan yang dengan perantaraan kenabian akan menguasai hati setiap mukmin. Sebagaimana Hadhrat Masih Mauud as menjelaskan pentingnya khilafat bersabda:
“Khalifah itu disebut sebagai pengganti, dan pengganti seorang rasul dalam pengertian yang sebenarnya hanya dia yang bisa yaitu yang secara zilli (bayangan) memiliki berbagai macam kesempurnaan seorang rasul. Khalifah hakikatnya adalah bayangan dari seorang rasul dan dikarenakan tidak ada manusia yang abadi oleh karena itu Allah Ta’ala menginginkan agar wujud para rasul yang merupakan wujud termulia dan terbaik diantara segenap manusia secara zilli (bayangan) hingga hari kiamat tetap ada, dan untuk inilah Allah Ta’ala telah memilih khilafat sehingga dunia sekali-kali tidak akan luput dari keberkatan kerasulan.” (Shahadatul Quran, Ruhani khazain Jilid 6, hal.355-356)
Dan inilah khilafat yang telah dinubuatkan oleh junjunan kita Yang Mulia Nabi Muhammad saw yaitu pada akhir zaman salah satu putera rohaniku akan diutus yang melalui perantaraannya penyebaran Islam yang kedua akan terjadi. Lalu setelah kewafatannya akan berdiri khilafat ‘alaa minhajinnubuwwah yang akan berlangsung hingga hari kiamat.

#KhalifahIslam, #Ahmadiyah, #Khalifah, #MirzaMasroorAhmad 

khalifah Abu ‎Bakar ‎ra

Awal masuk Islam 

Hadhrat Abu Bakar ra adalah kawan akrab Rasulullah saw, beliau sangat memahami Rasulullah saw baik perangai akhlak maupun perbuatannya. Hadhrat Abu Bakar ra juga sangat mempercayai apa yang disampaikan oleh Rasulullah saw.

Suatu hari ketika Rasulullah saw selesai melakukan tafakkur di goa Hira, Hadhrat Abu Bakar sahabat karib sejak kecil itu sedang berada di luar kota. Ketika beliau pulang, mulai mendengar tentang pengalaman baru yang dialami oleh Rasulullah saw itu.

Kepada Hadhrat Abu Bakar, diceritakan bahwa sahabatnya telah gila dan karena berkata bahwa malaikat-malaikat membawa amanat dari Tuhan kepadanya. Abu Bakar percaya sepenuhnya kepada Rasulullah saw. Beliau tidak ragu Sedikit pun bahwa Rasulullah saw tentu benar, beliau mengenal Rasulullah saw orang yang waras dan jujur. Beliau mengetuk pintu rumah Rasulullah saw dan setelah diperkenankan masuk segera beliau bertanya, apa yang telah terjadi?

Rasulullah saw khawatir jangan-jangan Abu Bakar salah faham, memberi penjelasan panjang lebar. Abu Bakar menghentikan Rasulullah saw berbuat demikian dan mendesak bahwa yang beliau inginkan hanya pernyataan, apakah malaikat telah turun kepada Rasulullah saw dari Tuhan dan memberikan amanat? 

Rasulullah saw berniat menerangkan lagi, tetapi Abu Bakar mengingatkan tidak ingin mendengar keterangan. Beliau hanya membutuhkan jawaban kepada pertanyaan, Apakah Rasulullah saw mendapat amanat dari Tuhan? Rasulullah saw menjawab benar demikian dan Abu Bakar segera menyatakan imannya. 

Karena telah menyatakan keimanan, Hadhrat Abu Bakar berkata bahwa alasan-alasan akan menurunkan nilai keimanannya. Beliau telah lama mengenal Rasulullah saw dari dekat. Beliau tidak meragukan Rasulullah saw dan tidak memerlukan penjelasan untuk meyakinkan kebenarannya. 

Istighfar : Kunci Menutupi Kelemahan

Terkadang manusia tidak menyadari akan perbuatan-peruatan yang telah dilakukan, apalagi perbuatan buruk atau dosa, seakan-akan manusia pada ...