Ihwal Penentuan Suatu Hari Raya Id

Pada artikel kali ini saya ingin menyajikan “Q&A Liqa Ma’al Al Arabiyyah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV rh. Berkenaan dengan penentuan atau menetapkan suatu hari raya. Berhubung Agama Islam ini tengah menyebar luar ke seluruh penjuru dunia. Apakah harus serempak pelaksanaan hari raya dengan negara Arab Saudi?

Terkait dengan hal ini ada seseorang yang bertanya kepada Hadhrat Khalifatul Masih IV rh yakni: “Besok (Jum’at, 17 Maret 2000) insya Allah kita akan merayakan Idul Adha bersama seluruh Jemaat di UK (United Kingdom). Begitu pula kaum muslimin lainnya. Bagaimanakah hubungannya dengan perayaan Idul Adha di Arab Saudi?”

Hudhur rh bersabda: “Sebagian umat Islam di berbagai belahan dunia meyakini, bahwa mereka harus mengekor ke Arab Saudi. Oleh karena Arab Saudi merayakan Idul Adha pada hari ini (Kamis, 16 Maret 2000). Maka mereka pun merasa harus demikian.”

“Tetapi ada lagi yang berpendapat, sungguh mustahil untuk mengekor ke Arab Saudi, sebab (dinegaranya) Matahari masih terlihat. Oleh karena itu, Hari Raya Idul Adha haruslah jatuh pada keesokan harinya, yakni tanggal 17 Maret 2000.”

“Jadi, mereka hanya sekedar mengikuti aturan main yang normal belaka. Jemaat Ahmadiyah pun demikian, kita setuju (kepada pendapat yang mengatakan) bahwa Arab Saudi tidak berhak untuk menentukan jatuhnya suatu Hari Raya Id. Mereka menentukannya begitu saja (artificially). Mereka pikir, dikarenakan mereka adalah negara Islam, negara-negara lainnya harus ikut.”

“Itulah sebabnya mengapa kita (Jemaat Ahmadiyah) tidak mengekor kepada Arab Saudi, melainkan mengikuti hasil penelitian di berbagai observarium, yakni berdasarkan kepada apa-apa yang nyata terjadi.”

“Tambahan lagi, sungguh mustahil bahwa semua manusia (diberbagai belahan bumi) melihat sesuatu yang sama. Bumi ini bulat. Siang dan malam datang silih bergantian. Sehingga, satu waktu tertentu di Arab Saudi tentu sangat berlainan dengan keadaan waktu siang dan malam di beberapa bagian Amerika atau Australia, ataupun Jepang misalnya.”

Tanda-tanda Akhir zaman

Disusun : Dian Khoeruddin

Pengertian zaman

Zaman menurut Kitab Lisanul Arab karya Ibnu Manzhur adalah Al Zaman artinya waktu yang sedikit dan Al Zamaan artinya waktu yang banyak karena lafazh tersebut menunjukkan jamak.

Adapun waktu menurut Alquran kita dapati dalam surah Al ‘Ashr, Allah berfirman:

اعوذ بالله من الشيطان الرجيم 

بسم الله الرحمان الرحيم (۱)

وَ الۡعَصۡرِ ۙ﴿۲

اِنَّ  الۡاِنۡسَانَ لَفِیۡ خُسۡرٍ ۙ﴿۳

اِلَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَ تَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۬ۙ وَ تَوَاصَوۡا بِالصَّبۡرِ ﴿۴

Aku berlindung kepada Allah dari godaan syetan yang terkutuk

Aku baca dengan menyebut nama Allah, Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang

Demi Masa

Sesungguhnya manusia itu pasti dalam kerugian

Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan saling memberi nasehat dalam kebenaran, dan saling menasehati mengenai kesabaran.

Menurut QS. Al ‘Ashr yang tersebut di atas, waktu menjadi simbol bagi keberuntungan dan kerugian atas setiap insan yang hidup di dunia ini. Ukuran untuk keberuntungan di sana dengan jelas disebutkan bahwa mereka yang beriman dan beramal saleh, dan ukuran kerugian adalah mereka yang menolak untuk beriman dan tidak beramal saleh. 

Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih ke IV rh, bersabda : “segala sesuatu yang terus berubah, di dalamnya pasti terdapat unsur waktu. Dan definisi waktu adalah hari ini dia lain, besok dia akan lain lagi (berubah). Dari perubahan itulah justru waktu dapat dideteksi. Ia dapat diketahui dari kecepatan terjadinya perubahan tersebut. Sesuatu benda yang di dalamnya tidak ada perubahan. Dia tetap seperti sedia kala (statis). Jika ada benda seperti itu, berarti dia azali dan abadi. Dan padanya tidak ada unsur waktu. 

Pengertian Akhir zaman

Akhir Zaman dan Kiamat itu dapat difahami sebagai peristiwa-peristiwa yang terjadi terhadap beberapa nubuwatan Al-Qur’an dan hadis Rasulullah s.a.w., yang terjadi baik atas umat Islam maupun kaum lain pada zaman ini. Peristiwa Akhir Zaman itu terjadi sesuai dengan nubuwatan yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadis, yang terjadi pada suatu zaman tertentu yang berkaitan langsung dengan alam manusia, baik itu yang berhubungan langsung dengan kerajaan duniawi suatu kaum, maupun yang berkaitan dengan ajaran seorang nabi yang diutus kepada suatu kaum, yang di dalamnya telah terjadi dan terbentuk suatu peradaban dan kebudayaan.

Hadhrat Maulana Hakim Nuruddin, Khalifatul Masih ke I ra, mengatakan bahwa; akhir dunia adalah kiamat, fana, dan sebagainya, di beberapa tempat digunakan untuk menyatakan sesuatu era tertentu dan kaum tertentu. Hazrat Masih Mau’ud a.s. bersabda; itu betul. Dan Allah Ta’ala dari sejak awal sudah merupakan Khalik selamanya. 

Namun, ke-Esaan-Nya pun menuntut supaya Dia disuatu saat menghabiskan semuanya ini, “Kullu man ‘alaiha faanin (QS.55:27) - segala sesuatu yang ada di atasnya akan menjadi punah.” Kita tidak dapat mengatakan kapan waktu itu akan tiba. Namun, waktu yang demikian pasti akan terjadi. Jika Dia menghendaki, Dia dapat melakukan penciptaan yang baru lagi. 

Falsafah Akhir Zaman

Pada Akhir Zaman ini Tuhan memiliki kehendak yang sangat agung, Dia menghendaki revolusi kerohanian di dalam setiap jiwa kaum Muslimin.  Meskipun kaum Muslimin tidak memahami akan makna–makna di balik peristiwa akhir zaman, namun, Allah s.w.t. dengan sifat–Nya Yang Maha Rahman-Rahim akan menerangkan semua makna itu melalui seseorang utusan-Nya.

Untuk mengimbangi degradasi moral umat Islam, maka Dia membangkitkan kembali seorang Rasul-Nya guna menciptakan revolusi kerohanian. Dan itu merupakan sunnatullah yang tidak akan pernah berubah. Kedatangan seorang Rasul merupakan suatu hikmah yang paling besar bagi penyampaian suatu pesan baru pada zaman tertentu (Akhir Zaman).

Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a., beliau bersabda:

Bila suatu revolusi terjadi dalam lingkungan agama, dalam istilah Islam ia disebut kiamat. Suatu ungkapan lain yang digunakan untuk itu adalah khalqus samaawaati wal ardhi merupakan penciptaan suatu bumi baru dan langit baru. satu nama lain lagi untuk itu dalam bahasa al-Qur’an suci adalah as-sa’ah.

Semua perubahan yang terjadi di dunia, semua gerakan yang berhasil telah mengikuti garis ini; bagaimana mungkin ada suatu gerakan yang semesta atau abadi tanpa ada suatu pesan segar untuk umat manusia, serta di sana ada suatu panggilan untuk satu revolusi. 

Kiamat tidak diartikan sebagai kehancuran alam semesta, sebagaimana yang banyak difahami oleh umum. Akan tetapi, kiamat yang diterangkan di atas adalah kiamat yang bersifat kehancuran rohani dan kebangkitannya kembali. Untuk membangkitkan kembali kerohanian yang sudah mati yang disebabkan oleh pengaruh-pengaruh buruk adat dan kebudayaan  yang sudah bercampur baur dengan nilai-nilai agama. Maka untuk memurnikannya  kembali sangat dibutuhkan suatu revolusi(perubahan secara cepat dan menyeluruh).

Tanda-tanda Akhir Zaman

1. Sunan Ibnu Majah yang menerangkan salah satu tanda Akhir Zaman :  

سَيَكُوْنُ فِى اَخِرِ الّزَماَنِ خَسْفٌ وَقَدْفٌ وَمَسْخٌ قِيْلَ وَمَتَى ذَلِكَ يَارَسُوْل  اللهِ؟ قَالَ : اِذاَ ظَهَرَتِ الْمَعَازِفُ وَالْقَيْنَاتُ) .رواه ابن ماجه( 

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “pada akhir zaman akan terjadi tanah longsor, kerusuhan, dan perubahan muka.” Ada yang bertanya kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, kapankah hal itu terjadi?’ beliau menjawab, “apabila telah merajalelanya bunyi-bunyian(musik) dan penyanyi-penyanyi wanita.” (H.R. Ibnu Majah)

Ciri-ciri Akhir Zaman yang terdapat dalam hadis tersebut melukiskan fenomena alam dan fenomena kehidupan manusia secara umum. Dari hadis tersebut juga diketahui asal usul istilah Akhir Zaman. Di antara fenomena alam sebagai pertanda Akhir Zaman adalah; banyaknya gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang, angin topan/puting beliung, badai tsunami, gerhana bulan/gerhana matahari pada satu bulan Ramadhan dan wabah pes yang mematikan, ini merupakan gejala alam yang memperingatkan manusia untuk kembali kepada jalan Allah, tentu saja dari sekian banyak bencana tersebut sudah banyak korban jiwa dan tidak terhitung lagi korban harta benda, agar manusia sadar bahwa Allah sebagai Yang Maha Berdaulat mampu mengirim apa saja kepada penghuni bumi ini.

2. Allah swt berfirman : 

وَاَخَرِيْنَ مِنْهُمْ لمَاَّ يَلْحَقُوْا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيْزُ اْلحَكِيْمُ     (الجمعة:۴ ) 

Dan, Dia akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.(QS.62:4)

Dalam ayat tersebut terdapat khabar suka bagi umat Islam yang hidup pada Zaman Akhir. Di mana setelah Islam mencapai kemenangan demi kemanangan dalam masa kurun waktu tiga abad, kemudian akan ada masa kemunduran Islam selama seribu tahun. Sesudah itu akan ada era kebangkitan kembali Islam di bawah kepemimpinan seseorang yang kedatangannya sudah ditakdirkan. 

Sebagaimana ada tertera dalam shahih Bukhari. 

عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كُناَّ جُلُوْسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صلعم اُنْزِلَتْ عَلَيْهِ سُوْرَةُ الْجُمُعَةِ وَاَخَرِيْنَ مِنْهُمْ قِيْلَ مَنْ هُمْ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يُرَاجِعْهُ حَتَّى سَأَلَ ثَلَاثاَ وَفِيْنَا سَلْمَانُ الْفَارِسِى وَوَضَعَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم يَدَهُ عَلىَ سَلْمَانَ ثُمَّ قَالَ لَوْكَانَ الْلأِيْمَانُ عِنْدَ الثُّرَيَا لنَاَ لَهُ رِجَالٌ اَوْ رَجُلٌ مِنْ هَؤُلاَءِ.   (رواه البخاري)

Dari Abu Hurairah r.a. menerangkan bahwa, kami sedang duduk dekat Nabi s.aw. ketika surah Jumah turun kepada beliau s.a.w.. para sahabat bertanya, siapakah yang dimaksud dengan wa aakhariina minhum dalam ayat itu? Beliau tidak menjawab hingga para sahabat bertanya sampai tiga kali. Di antara kami terdapat seorang sahabat bernama Salman Al-Farisi (Iran-Persia). Kemudian Rasulullah meletakkan tangannya di atas pundak Salman seraya bersabda,”Jika iman telah terbang ke bintang tsuraya, beberapa orang laki-laki atau seorang laki-laki dari antara orang-orang ini (asal Persia) akan mengambilnya kembali. (H.R.Al-Bukhari). 

Hadis ini mengkhabarkan suatu zaman yang menunjukkan bahwa buah iman tidak lagi dijumpai di kalangan kaum Muslimin, kemunduran Islam di segala bidang sudah terjadi pada zaman tersebut. Sehingga untuk mengembalikan semua nilai-nilai akidah, akhlak, peradaban dan kebudayaan Islam yang sudah menghilang peranannya di bumi, akan ditampil kembali pada Akhir Zaman, sesuai dengan janji Rasulullah s.a.w. bahwa seseorang dari keturunan sahabat Rasulullah s.a.w. bernama Salman Al-Parisi akan datang untuk menyempurnakan nubuwatan tersebut.

3. Dalam Riwayat Lain Rasulullah saw bersabda :

Akan datang masanya tatkala Islam hanya tinggal namanya saja, dan Al-Qur’an hanya tinggal tulisan saja(tanpa manusia mengerti dan mengamalkan akan isi). Mesjid-mesjid akan penuh dengan orang-orang tetapi kosong dari petunjuk. Ulama akan menjadi wujud yang paling buruk di bawah kolong langit ini; kekacauan akan mengalir dari mereka dan akhirnya akan kembali kepada mereka juga.(Baihaqi).  

Nubuwatan Rasulullah s.a.w. telah menjadi sempurna pada zaman ini, umat Islam hanya akan menyandang nama saja sebagai Muslim, akan tetapi, mereka tidak dapat menunjukkan esensi kemurnian dan hakikat Islam sejati. Kehidupan mereka dipenuhi dengan berbagai praktek-praktek manipulasi, korupsi dan kemunafikan. Menjalani kehidupan yang rendah dan kotor, diri mereka dikuasai oleh nafsu-nafsu amarah yang selalu menghendaki agar manusia berjalan pada jalan yang buruk dan tercela. Inilah suatu zaman yang sangat dicemaskan oleh para waliullah tempo dulu, lahirnya generasi-generasi lemah yang mengabaikan dan mengacuhkan Islam.

Begitu banyaknya jumlah orang Islam yang tidak mengenal dan mengamalkan ajaran Al-Qur’an. Kehidupan mereka benar-benar sudah terpisah dengan bimbingan Kitab Suci. Karena gaya hidup mereka semakin hari semakin menjauhkan diri mereka dari perilaku yang bersih dan suci sehingga hal itu akan menjadi penghalang bagi mereka untuk dapat memahami Kitab Suci Al-qur’an. 



Suatu Kebahagiaan tercipta oleh diri sendiri

Allah swt berfirman :
 إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْۚ  
Sesungguhnya, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di antara kamu. (Al Hujurat, 49:13)

Pada peristiwa Haji wada (Haji terakhir) di Mekkah, tidak lama sebelum Rasulullah saw. wafat, beliau berkhutbah di hadapan sejumlah besar orang-orang Muslim dengan mengatakan “Wahai sekalian manusia! Tuhan-mu itu Esa dan bapak-bapakmu satu jua. Seorang orang Arab tidak mempunyai kelebihan kelebihan atas orang-orang non Arab. Seorang kulit putih sekali-kali tidak mempunyai kelebihan atas orang-orang berkulit merah, begitu pula sebaliknya, seorang kulit merah tidak mempunyai kelebihan apa pun di atas orang berkulit putih melainkan kelebihannya ialah sampai sejauh mana ia melaksanakan kewajibannya terhadap Tuhan dan manusia. Orang yang paling mulia di antara kamu sekalian pada pandangan Tuhan ialah yang paling bertakwa di antaramu” (HR. Baihaqi).

Jika kekayaan bisa membuat orang bahagia, tentunya Adolf Merckle, orang terkaya dari Jerman, tidak akan menabrakkan badannya ke kereta api.
Jika ketenaran bisa membuat orang bahagia, tentunya Michael Jackson, penyanyi terkenat di Amerika, tidak akan meminum obat tidur hingga over dosis.
Jika kekuasaan bisa membuat orang bahagia, tentunya G. Vargas, Presiden Brazil tidak akan menembak jantungnya.
Jika kecantikkan bisa membuat orang bahagia, tentunya Marilyn Monroe, artis cantik dari Amerika, tidak akan meminum alcohol dan obat depresi hingga over dosis. Jika kesehatan bisa membuat orang bahagia, tentunya Theirry Costa, dokter terkenal dari Prancis, tidak akan bunuh diri akibat sebuah acara di televise.

Ternyata, bahagia atau tidaknya hidup seseorang itu, bukan ditentukan oleh seberapa kayanya, tenarnya, cantiknya, kuasanya, sehatnya atau sesukses apapun hidupnya. Tapi yang bisa membuat seseorang itu bahagia adalah dirinya sendiri. Mampukah ia mensyukuri semua yang sudah dimilikinya dalam segala hal.
Sebagaimana Allah swt berfirman:

 لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ 

“Jika kamu bersyukur, pasti Aku (Allah) akan menambahkan lebih banyak padamu; dan jika kamu tidak mensyukuri, sesungguhnya azab-Ku amat keras.” (Ibrahim, 14:7)

Kalau kebahagiaan bisa dibeli, pasti orang-orang kaya akan membeli kebahagiaan itu, sementara orang-orang miskin akan sulit mendapatkan kebahagiaan karena sudah diborong oleh orang-orang kaya. 

Kalau kebahagiaan itu ada disuatu tempat, pasti belahan lain di bumi ini akan kosong karena semua orang akan ke sana berkumpul dimana kebahagiaan itu berada.

Untungnya kebahagiaan itu berada di dalam hati setiap manusia. Jadi kita tidak perlu membeli atau pergi mencari kebahagiaan itu. Yang kita perlukan adalah hati yang bersih dan ikhlas serta pikiran yang jernih, maka kita bisa menciptakan rasa bahagia itu kapan pun, dimana pun dan dengan kondisi apapun. Kebahagiaan itu milik “orang-orang yang pandai bersyukur”. “jika kamu tidak memiliki apa yang kamu sukai, maka sukailah apa yang kamu miliki saat ini..” Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan (HR Ibnumajah No. 2132)

Kebahagiaan bisa diraih berkat takwa

Dalam Alquranul Karim terdapat kalimat Innallaha ma'alladzina taqau yakni sesungguhnya Allah Ta’ala bersama dengan orang-orang yang bertakwa. 
Hadhrat Imam Mahdi dan Al Masih Mau'ud as bersabda "Inilah orang-orang yang telah menyatu dengan Tuhan, orang yang mendapat pertolongan Tuhan, pertolongan Tuhan lah yang dapat dianggap sebagai muttaqi (orang yang bertakwa)."

Beliau bersabda "kebahagiaan hakiki adalah takdir orang muttaqi yang kepadanya Tuhan telah menjanjikan dua surga. Seorang muttaqi dapat memperoleh kebahagiaan dalam gubuk ilalang sementara orang duniawi tidak dapat memperolehnya dalam kastil yang besar dan megah sekalipun. Semakin banyak yang dia peroleh semakin besar persoalan yang dia hadapi. Kalian harus ingat bahwa kebahagiaan sejati bukanlah takdir orang duniawi. Janganlah beranggapan bahwa kekayaan yang melimpah ruah dan pakaian-pakaian yang indah adalah sumber kebahagiaan. Sama sekali tidak demikian. Sumber dari kebahagiaan sejati adalah takwa." (Malfuzat, Vol I, hal. 401-403)

Shalat adalah Makanan ruh

ٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَٰهُمْ يُنفِقُونَ 

Orang-orang yang beriman kepada yang Ghaib dan mendirikan Shalat dan membelanjakan harta dari apa-apa yang telah kami rizeqikan kepada mereka. (QS. Al Baqarah, 2:3)

Rasulullah saw telah mendidik kaumnya bahwa shalat meraih kedudukan yang paling penting. Mau tak mau kita perhatikan Alquran Karim yang permulaannya dariاِيْمَانُ بِالْغَيْبِ  dan يُقِيْمُوْنَ الصَّلوةَ dan didalamnya beliau menetapkan bahwa shalat adalah Rizki rohani. رِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَّ اَبْقَى ini adalah rizki Tuhan engkau yang sangat baik dan kekal untuk selamanya. Dan didalamnya menetapkan cara memohon pertolongan kepada Tuhan اِسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَ الصَّلوةِ mintalah pertolongan Tuhan dengan sarana sabar dan shalat. Didalamnya menetapkan bahwa shalat merupakan sarana untuk menekan hasrat-hasrat rendah dan hina.

Yang didalamnya memberitahukan bahwa اِنَّ الصَّلوةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَ الْمُنْكَرِ  shalat adalah cara untuk meraih keberhasilan agamawi dan duniawi.

Meskipun kita memperhatikan قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ هُمْ فِىْ صَلوتِهِمْ خَاشِعُوْنَ  (Sungguh telah berhasil orang-orang mukmin, yakni mereka yang mengerjakan shalat dengan khusyu) tempat pendidikan rekan-rekan semua yang tiada lain adalah mesjid.

اِنَّمَا یَعۡمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰہِ مَنۡ اٰمَنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ وَ اَقَامَ الصَّلٰوۃَ  وَ اٰتَی الزَّکٰوۃَ وَ لَمۡ یَخۡشَ اِلَّا اللّٰہَ فَعَسٰۤی اُولٰٓئِکَ اَنۡ یَّکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُہۡتَدِیۡنَ 

Yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang yang beriman kepada Allah, Hari akhir, tetap menunaikan shalat, membayar zakat dan tidak takut kecuali kepada Allah; maka dapat diharapkan  bahwa mereka itu termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk (At-Taubah, 9:18)

اَلْمَسَاجِدُ بُيُوتُ اللهِ وَالْمُؤْمِنُونَ زُوَّارُ اللهِ وَحَقٌّ عَلَى الْمَزُورِ أَنْ يُكْرِمَ زَائِرَهُ

Masjid-masjid itu adalah rumah-rumah Allah, sedangkan orang-orang mukmin adalah pengunjung Allah dan kewajiban bagi yang dikunjungi adalah memuliakan orang yang mengunjunginya (Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dalam Tarikhnya  dari Ibnu Abbas ra dan Kanzul-Ummal, Juz VII/ 20347)

مَنْ كَانَ  فِى الْمَسْجِدِ يَنْتَظِرُ الصَّلاَةَ فَهُوَ فِى الصَّلاَةِ مَالَمْ يُحَدِّثُ

Siapa saja berada dalam masjid menunggu shalat, maka dia itu termasuk dalam keadaan shalat selama dia tidak berbicara (Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, An-Nasai, Ibnu Hibban dari Sahal bin Sa’ad ra  dan Kanzul-Ummal, Juz VII/ 20735)

Insan mencapai kedudukan keagungan dan ketinggian seperti apa dengan sarana shalat itu?

Allah Taala menyampaikan mereka pada kedudukan keagungan dan ketinggian sedemikian rupa hanya dengan perantaraan shalat saja. Dalam sejarah dunia belum sampailah diantara kaum lain pada kedududkan keagungan dan ketinggian hanya sekejap saja. Inilah perkara yang seluruh dunia telah akui, sehingga di satu pihak menggambarkan Nabi Tuhan sebagai sosok yang kotor. Di pihak lain pun mengakui hal ini bahwa keagamaan Hadhrat Muhammad Rasulullah saw yang merupakan kepribadian paling sukses di dunia dalam penyuluhan-penyuluhan. Dan beliau-lah yang telah melahirkan revolusi dan tidak seorang insan pun di dunia yang dapat melahirkan. Bukan kemenangan-kemenangan jasmani yang para sahabat beliau dapatkan. Sejarah dunia tidak dapat memaparkan suatu pandangan dan tidak mendapatkan kemenangan-kemenangan akhlaki.

Arab merupakan kaum yang paling ummi di dunia, paling hina dan paling rendah (tidak memiliki akhlak dan adab yang baik). Namun, dalam jangka waktu 30 tahun mereka mendapatkan kedudukan keagungan itu. Sehingga dalam jangka waktu 100 tahun, mereka meliputi seluruh dunia dan dalam corak agamawi dan akhlak serta menjadi kaum tertinggi dunia dan menjadi muallim (guru) dunia. Mereka mendapatkan kedudukan keagungan dan ketinggian ini hanya dengan shalat saja. Selain itu, tak ada pendidikan lain yang dimiliki oleh mereka. Mereka tidak dibuatkan universitas dan sekolah. Perdagangan-perdagangan dan pertanian-pertanian mereka tidak diberi...... mereka tidak diberitahukan cara-cara bertani yang benar. Pendidikan mereka ada hanya dengan سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيْمُ dan سُبْحَانَ رَبِّىَ الْاَعْلَى saja. Seorang demi seorang diantara mereka sampai pada kedudukan keagungan dan ketinggian yang tidak menaruh pandangannya pada yang lain.

Tujuan Mendirikan Shalat

Sebagaimana Huzur saw bersabda, “shalat adalah tiang agama. Orang yang mengerjakan shalat secara dawam berarti dia telah menegakkan agama dan orang yang meninggalkan shalat berarti dia telah menjatuhkan agama dan telah meruntuhkan bangunannya. Perbedaan Islam dan kafir terletak pada shalat.“  Suatu kali beliau saw bersabda,  “pada hari kiamat yang paling pertama dihisab adalah shalat.“ Di lain kesempatan beliau saw dalam menjelaskan keutamaan shalat di hadapan para sahabat ra bersabda, “orang yang di samping rumahnya terdapat sungai yang airnya bersih dan dia mandi di situ lima kali sehari, dengan begitu tidak akan ada kotoran tersisa di badannya. Begitu juga orang yang mengerjakan shalat lima waktu dalam sehari  maka tidak akan tersisa ketidak bersihan di dalam batinnya  dan juga tidak akan tersisa kotoran kesalahan dan dosa di dalam batinnya (Bukhari).

Hazrat Umar ra sering bersabda bahwa “menurut saya kepuasan yang paling penting adalah shalat.” Orang yang menyia-nyiakannya berarti dia menyia-nyiakan segalanya. Yakni, dalam keadaan seperti ini amalan orang itu tidak pantas dipuji.

Sayyidina Hazrat Aqdas Masih Mau’ud as bersabda, “shalat adalah wajib bagi setiap muslim. Di dalam hadits syarif tertera, bahwa suatu kaum datang kepada Rasulullah saw lalu menerima Islam dan meminta bahwa, ya Rasulullah ! maafkanlah shalat bagi kami, karena kami orang-orang pebisnis/saudagar. Disebabkan binatang ternak dan sebab lainnya kami tidak yakin akan kebersihan pakaian kami dan tidak pula kami memiliki waktu luang. Maka Rasulullah saw bersabda: “lihatlah, apa jadinya ketika shalat tidak ada? Bukanlah agama yang di dalamnya tidak ada shalat. Apakah shalat itu? Shalat adalah (sarana) mengemukakan kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan kita di hadapan Allah Ta’ala dan dengan begitu kita ingin kebutuhan kita dipenuhi. Terkadang melipat tangan untuk mengagungkan-Nya dan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan terkadang sujud di hadapan-Nya dengan penuh hina dan merendahkan diri. Memohon kebutuhan-kebutuhan (untuk dipenuhi) oleh-Nya juga adalah  shalat. Terkadang layaknya seorang peminta-minta  yang memuji sang pemberi; engkau begini dan begitu. Melakukan gerakan-gerakan untuk menzahirkan keagungan dan kejalalan-Nya lalu dengan itu memohon rahmat-Nya. Jadi, agama yang gerakan-gerakan shalat ini tidak ada di dalamnnya, agama semacam apa itu? Manusia setiap saat membutuhkan dan terus memohon supaya berada di jalan kerido’an-Nya serta menginginkan karunian-Nya. Memautkan/melekatkan hati dalam kecintaan kepada-Nya, takut kepada-Nya dan mengingat-Nya, itulah yang dinamakan shalat dan inilah agama (Malfuzhat jilid 5 Hl 253-254).“

khilafat dan Seruan Doa

Allah Ta’ala menarik perhatian kita untuk berdoa dan beribadah kepada-Nya supaya tetap berhubungan dengan Khilafat. Untuk meraih berkat Ilahi, untuk menyingkirkan segala kesulitan kita dan memiliki kedamaian batin, dan doa serta ibadah memang senjata kita yang sebenarnya yang bisa kita andalkan terus-menerus. Cara dan sarana sementara tidak membawa keberhasilan. Kita melihat bahwa dalam catatan sejarah Nabi Allah, kesuksesan hanya datang melalui doa, khususnya dalam sejarah Islam dan khususnya lagi pada zaman Hadhrat Rasulullah saw dan para Khulafatur Rasyiddin, kemenangan datang melalui doa dan tidak melalui kekuatan duniawi. Perlu diingat bagaimana pun, bahwa meskipun adanya semua janji Ilahi tetapi pengorbanan jiwa tetap diberikan dan standar ibadah harus selalu ditingkatkan.

Di dalam ayat Istikhlaf (QS. An Nuur, 56) menjanjikan bahwa khilafat kepada orang mukmin sejati dan memberikan kabar suka mengubah ketakutan mereka menjadi keamanan, dan berjanji untuk mengubah mereka. Hal ini tentu di janjikan pula kepada mereka yang senantiasa mengutamakan doa, ibadah kepada Allah Ta’ala dan berkorban untuk menegakkan Keesaan Tuhan. 

Kita harus ingat bahwa semua berkat ada dalam doa, karena Allah menyatakan :  فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ "maka shalat lah kepada Tuhan engkau, dan berikan pengorbanan." (QS. 108:3)

Jadi, ibadah kepada Allah dan pengorbanan yang menjadikan kita penerima karunia Allah. Tidak ada keraguan bahwa adalah sifat manusia menjadi gelisah ketika cobaan dan kesengsaraan berlangsung lama. Mukmin sejati dalam kondisi cemas mengucapkan suara  مَتَي نَصْرُاللّٰهِ. "Kapan datang pertolongan Allah?" (QS. 2:215). Mereka mengatakan demikian karena putus asa, melainkan untuk menarik belas kasih Allah Ta’ala. Mereka melakukannya dengan benar-benar menyerahkan diri kepada Allah, memanjatkan doa-doa mereka ke titik tertinggi serta mematuhi standar tinggi pengorbanan dan kemudian, sebagai jawabannya datanglah suara اَلَا اِنَّ نَصَرُ اللّٰهِ قَرِيْبُ.  "Sungguh, pertolongan Allah sudah dekat." (QS. 2:215)

Perlu untuk dipahami bahwa kita menyampaikan doa-doa ke titik tertinggi, kita harus memiliki pemahaman yang sangat baik tentang ruh pengorbanan, tetapi kita perlu memahami hakikat doa. Untuk menikmati buah dari pengorbanan kita, kita seyogianya untuk meningkatkan standar doa-doa kita. Alhasil untuk menimbulkan kondisi itu dalam diri kita harus memahami apa yang Tuhan inginkan. Allah Ta’ala menyatakan :

أَمَّن يُجِيبُ ٱلْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ ٱلسُّوٓءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَآءَ ٱلْأَرْضِۗ أَءِلَٰهٌ مَّعَ ٱللَّهِۚ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ 

"Atau, siapa yang menjawab orang tertekan ketika ia menyeru kepada-Nya dan melenyapkan keburukan, dan menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi? Apakah ada Tuhan selain Allah? Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran." (An Naml, 27:63).


Apa ‎itu ‎Jimat?

Di Indonesia ada di sebagian daerah yang masih kental dan percaya dengan penggunaan jimat. Ada yang dijadikan sebagai suatu adat, ada juga yang dipergunakan untuk melindungi dari berbagai gangguan, seperti gangguan sihir, gangguan kesehatan, gangguan setan dan sebagainya.

Adapun menurut kamus besar Bahasa Indonesia dan dilansir oleh Wikipedia, JimatAzimat atau Tamimah adalah sejenis barang atau tulisan yang digantungkan pada tubuh, kendaraan, atau bangunan dan dianggap memiliki kesaktian untuk dapat melindungi pemiliknya, menangkal penyakit dan tolak bala.

Pada tanggal 4 juli 1903 ada seseorang yang bertanya kepada Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, "Mengingat jimat di lengan dan sebagainya serta memberi jampi-jampian, apakah menurut syariat Islam dibenarkan atau tidak?" Menanggapi hal itu Hadhrat Masih Mauud as mengarahkan kepada Maulana Hakim Nuruddin dan bersabda, "Apakah ada bukti-buktinya dari Hadis-hadis?"

Maulana Hakim Nuruddin r.a. menjelaskan: “Ada tertulis bahwa apabila Khalid bin Walid pergi dalam pertempuran, maka rambut Rasulullah saw. yang  diikatkan pada sorban beliau itu, beliau letakkan menggantung ke arah depan. Kemudian suatu kali Rasulullah saw. mencukur seluruh rambut kepala beliau pada waktu pagi, lalu separuh rambut itu beliau berikan kepada seorang sahabat tertentu, sedangkan separuh lagi beliau bagikan kepada para sahabah lainnya. Rasulullah s.a.w. juga memberi minum orang-orang sakit dengan air bekas cucian jubah beliau, dan orang-orang sakit itu menjadi sembuh. Seorang perempuan suatu kali juga telah mengumpulkan keringat beliau.” 

Mendengar seluruh uraian ini Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
"Kalau begitu dari situ disimpulkan bahwa pasti ada hal-hal tertentu di dalamnya, yang tidak tampa dari manfaat. Dan dari situ juga timbul asal-muasal jimat dan sebagainya. [Namun] apalah artinya menggantungkan rambut, dan apa pula artinya memakai jimat. Saya juga memperoleh ilham: "Badsyah tere kaprung me se barkat dhundhengge -- raja-raja akan mencari berkat dari pakaian-pakaian engkau." Tentu ada sesuatu di situ sehingga mereka akan mencari berkat darinya. Namun  di dalam semua ini  juga terdapat peran dorongan-dorongan kecintaan.
Kemudian berlangsung perbincangan mengenai kelemahan (dosa-dosa) kecil yang timbul dari tokoh-tokoh besar. Hadhrat Masih Mau'ud a.s. bersabda:
“Manusia-manusia yang merupa-kan tokoh besar dalam hal kejujuran dan kesetiaan, apabila diperbincangkan mengenai dosa-dosa (kelemahan) kecil mereka  maka iman menjadi rusak. Allah justru memaafkan dosa-dosa (kelemahan) kecil itu, dan keagungan pekerjaan-pekerjaan mereka itu sedemikian rupa,  sehingga terasa malu untuk membincangkan dosa-dosa (kelemahan) kecil yang mereka lakukan. Oleh karena itu perlahan-lahan hal itu akan hilang sehingga tidak ada lagi bekasnya sedikit pun.”

(Malfuzat, jld. VI, hlm. 36-38).

Dampak dan Pengaruh Jimat

Terkait dampak dan Pengaruh yang ditimbulkan dari menggunakan jimat, Hadhrat Masih Mauud as menjelaskan :

Keberadaan dampaknya merupakan suatu penda'waan tanpa dalil. Pengobatan  semacam ini termasuk dalam daya pengaruh sugesti pemikiran, sebab  anggapan pemikiran menimbulkan dampak yang besar pada manusia. Hal itu bisa membuat seseorang menjadi tertawa, dan bisa membuat seseorang menangis. Dan banyak hal yang pada hakikatnya tidak ada dapat diperlihatkan oleh daya ini. Dan ia menjadi pengobatan untuk beberapa penyakit

Sering juga jimat-jimat itu tidak menimbulkan faedah, sehingga akhirnya terpaksa dikatakan kepada orang yang memberi jimat itu bahwa jimat tersebut sudah tidak berguna lagi.” (Malfuzat, jld. VI, hlm. 107-108).

Kesimpulan nya adalah janganlah kita mengutamakan jimat dibandingkan dengan doa-doa yang penuh hikmah, yang dihaturkan ke Hadirat Allah Ta’ala. Maka dari itu senantiasalah untuk berpegang teguh kepada Allah Ta’ala. Mintalah petunjuk dan pertolongan-Nya, sehingga akan terhindar dari perbuatan yang sia-sia. 

Istighfar : Kunci Menutupi Kelemahan

Terkadang manusia tidak menyadari akan perbuatan-peruatan yang telah dilakukan, apalagi perbuatan buruk atau dosa, seakan-akan manusia pada ...