Hadhrat
Khalifatul Masih Al Khamis atba, tgl 29 September 2017
Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba
Khalifatul Masih Al Khammis
فَإِذَا
قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ
ۚ فَإِذَا ٱطْمَأْنَنتُمْ فَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ۚ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ كَانَتْ عَلَى
ٱلْمُؤْمِنِينَ كِتَٰبًا مَّوْقُوتًا
Dan jika kamu telah selesai mengerjakan shalat itu maka ingatlah Allah
sambil berdiri, duduk dan sambil berbaring atas rurukmu. Dan apabila kamu telah
merasa aman dari bahaya itu maka dirikanlah shalat sebagaimana mestinya.
Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya bagi
orang-orang yang beriman. (QS An Nisa, 4:104)
Setiap kali Allah Ta’ala telah mengarahkan perhatian pada shalat, Dia
menekankan pada kedawaman, ketepatan waktu dan shalat berjamaah. Kita telah
diperintahkan untuk menegakan Shalat (iqamatush shalah), dan secara harfiah
berarti tegakanlah shalat tepat waktu dan secara berjamaah. Tapi yang teramati
– semoga Majlis Ansharullah dapat meninjau melalui laporan, dan harus
melakukannya - , meskipun mereka telah mencapai usia lanjut dan itu usia yang
serius, mereka tidak memberikan perhatian kepada shalat berjamaah sebagaimana
semestinya.
Maka dari itu, camkanlah kata-kata ini baik-baik, bahwa setiap anggota
Majlis Ansharullah harus lebih banyak menaruh perhatian dibanding semua lainnya
dalam kedawaman dan kedisiplinan melaksanakan shalat. Bahkan, setiap Naashir
(individu Ansharullah) dari mereka harus menganalisa kondisi diri mereka
masing-masing, dan berusaha keras untuk senantiasa dawam dalam melaksanakan
shalat berjamaah. Ya Allah! Kecuali
bila mereka sakit atau ada udzur (kendala). Dan semaksimal mungkin
melaksanakannya di Masjid, Shalat Centre atau jika memang tidak memungkinkan
lakukanlah shalat berjamaah dengan anggota keluarga di rumah. Hal tersebut pun
guna membangun kesadaran tentang shalat berjamah dikalangan anak-anak dan para
remaja.
Hadhrat Masih Mau’ud as
telah menjelaskan bahwa senjata yang menuntun kita pada sebuah kemenangan adalah
doa (Shalat). (Malfuzat, Vol 9, hal 28 edisi 1985, UK). Jadi, untuk menjadi
seorang penolong Allah (Ansharullah) sesuai makna kalimat sepenuhnya, perlu
untuk menggunakan senjata shalat. Pergunakanlah senjata doa dengan cara yang
telah Allah Ta’ala beritahukan kepada kalian. Jika memenuhi hal itu maka kita
akan menjadi orang-orang yang menunaikan hak baiat Hadhrat Masih Mau’ud as tapi
jika tidak beliau as bersabda berkali-kali: “Jika kalian tidak mengindahkan
kata-kata saya dan tidak menanamkan perubahan suci pada diri kalian serta tidak
memenuhi hak-hak ibadah, tidak ada gunanya baiat kalian.” (Malfuzat, Vol 10,
hal 140 edisi 1985, UK).
Masing-masing Naashir
(individu Ansharullah) harus memeriksa dirinya sendiri secara tertentu untuk
sejauh mana ia kokoh dalam shalat-shalat dan sejauh mana menyajikan
keteladannya bagi anak-anaknya, lalu bagaimana keadaan halat-shalatnya dan
mutunya, apakah shalat-shalat dia lakukan seperti dikenakan secara paksa bagai
menanggung bebanbebannya atau dia lakukan benar-benar untuk meraih ridha Allah
ta'ala. Hadhrat Masih Mau’ud as dalam banyak kesempatan dan dengan berbagai
cara berkali-kali menarik perhatian kita kepada pentingnya Shalat, menguraikan
kewajiban shalat, hikmah pelaksanaan shalat, tujuan di balik penunaian shalat,
falsafah dibalik shalat serta waktu pelaksanaan shalat tersebut. Hari ini saya
hendak menyampaikan kutipan-kutipan sabda beliau yang menguraikan tema
pentingnya shalat dan hikmah di balik itu.
Hadhrat Masih Mau’ud as bersabda : “Dirikanlah shalat secara teratur
dan tepat waktu. Ada orang-orang
yang merasa cukup dengan melakukan shalat hanya sekali dalam sehari. Mestinya
mereka menyadari tidak ada manusia yang dikecualikan dari ketentuan tersebut,
tidak juga para Nabi. Diutarakan dalam sebuah Hadits bahwa sekelompok orang
yang baru saja baiat ke dalam Islam, memohon kepada Hadhrat Rasulullah saw agar
dibebaskan dari kewajiban melakukan shalat. Beliau saw bersabda: ‘Agama yang
tidak menuntut suatu kewajiban, bukanlah suatu agama sama sekali.” (HR Abu
Dawud)
Kalian bisa meminta
keringanan untuk tidak berangkat jihad, tidak memberikan sepersepuluh harta,
dan tidak ditugaskan memimpin kalian selain dari kalian sendiri. Kemudian
beliau bersabda, Namun, tidak ada kebaikan dalam satu agama yang tidak ada
ruku’ (Kewajiban shalat) padanya.
Kemudian, beliau as
menjelaskan hakikat shalat, kepentingannya dan bagaimana manusia memerlukan
shalat dan bagaimana seharusnya, “Apa Shalat itu? Shalat merupakan bentuk doa
yang khas. Namun orang-orang menganggapnya seperti pajak yang dibebankan oleh
Raja (pemerintah). Mereka yang beranggapan seperti itu merupakan tuna ilmu.
Mereka tidak memahami Allah Ta’ala Yang tidak memerlukan siapapun dan apa pun,
apa Dia perlu bila seseorang berdoa, bertasbih (menyatakan kesucian-Nya) dan
untuk menyatakan tiada yang patut disembah kecuali Dia (tahlil)?
Tidak demikian! Sebaliknya,
ini demi kebaikan dan faedah bagi manusia itu sendiri yang akan tercapai apa
yang dimintanya dengan cara ini.” (Artinya, manusia akan memenuhi
keperluan-keperluannya dengan cara shalat-shalat; tujuan hidup dan apa yang
dicarinya pun tercapai dengan cara ini)
Saya sungguh sedih melihat
orang-orang pada masa ini tidak memberikan perhatian untuk beribadah kepada
Allah Ta’ala dan tidak ada lagi ketakwaan, kesalehan dan kecintaan terhadap
agama di dalam diri mereka. Ini akibat pengaruh umum beracun sikap taqlid
(beragama karena tradisi atau ikutikutan). Hal ini juga yang telah membuat beku
kecintaan mereka kepada Allah Ta’ala. Orang-orang tidak memperoleh kenikmatan
dalam beribadah kepada-Nya sebagaimana seharusnya.
Tidak ada sesuatu pun di
dunia ini yang Allah Ta’ala tidak berikan unsur kenikmatan dan kelezatan di
dalamnya. (Artinya, Allah Ta’ala menjadikan di tiap sesuatu kelezatan khusus
dan jenis istimewa kenikmatan) Seperti halnya seseorang yang sedang sakit, ia
tidak bisa menikmati makanan yang lezat bahkan malah merasakan pahit atau
hambar. (makanan di mulut orang yang sakit berubah rasanya karena ia tidak
mampu merasakan rasa makanan. Inilah yang kita perhatikan di kebanyakan orang
sakit).
Oleh sebab itu, bagi yang
bisa tidak merasakan kenikmatan dalam ibadah kepada Allah Ta’ala, maka
perhatikanlah penyakit rohani kalian. (Artinya, orang yang tidak merasakan
kenikmatan dalam shalat berarti ia sakit ruhani) Tidak ada sesuatu pun di dunia
ini yang Allah Ta’ala tidak berikan unsur kenikmatan dan kelezatan di dalamnya.
Allah Ta’ala telah menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya, jadi
bagaimana mungkin tidak terdapat unsur kelezatan dan kenikmatan di dalamnya!
Kenikmatan itu sungguh ada hanya jika ada orang-orang yang menikmati dan
merasakan kelezatannya. Allah Ta’ala telah berfirman : ” Dan, tidaklah Aku
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
[Adz-Dzariyat, 51:57]
Karena manusia diciptakan
untuk beribadah kepada-Nya, maka pasti ada kelezatan dan kebahagiaan sampai
batas tertinggi di dalam ibadah tersebut. (Hendaknya ada kenikmatan dan
kegembiraan hingga ke derajat yang setinggitingginya dala beribadah. Jika tidak
demikian, sedangkan jika Allah Ta’ala telah menciptakan manusia tanpa tujuan
sedangkan manusia tidak merasakan kenikmatan dan keuntungan dalam beribadah
kepada-Nya maka bagaimana mungkin manusia dapat beribadah.)
Hal ini dapat dipahami
dengan baik melalui kesaksian dan pengalaman kita sehari-hari. Telah disediakan
bagi manusia berbagai macam tanam-tanaman, makan-makanan dan minumminuman.
Apakah tidak ditemukan kenikmatan dan kelezatan di dalamnya? Tidakkah untuk
bisa merasakan kelezatan berbagai jenis makanan itu, manusia pun diberikan
indra perasa lidah. Demikian pula, bukankah manusia dapat memperoleh kenikmatan
dengan melihat keindahan alam, hewan, manusiadan lain-lain? Bukankah manusia dapat
merasakan kenikmatan mendengar suara yang merdu? Lalu dalil apalagi yang
diperlukan untuk membuktikan adanya kenikmatan dalam beribadah kepada-Nya?
Hadhrat Masih Mau’ud as
bersabda : “Ingatlah selalu bahwa shalat ialah perkara yang dapat memperbaiki
dunia dan agama sekaligus. Namun, shalat yang dilakukan mayoritas orang
mengutuki (melaknati) mereka sendiri ialah sebagaimana yang tercantum dalam
firman Allah Ta’ala
’Kehancuranlah bagi
orang-orang yang shalat dengan lalai terhadap hakikat shalat’ (Surah Al-Ma’un,
: 5-6).
Shalat ialah sesuatu yang
jika ditegakkan membuat seseorang terlindungi dari segala jenis keburukan dan
kekejian. Namun, seseorang takkan mampu menegakkan shalat dengan kekuatan yang
membantunya. Itu takkan datang tanpa pertolongan dan naungan perlindungan
Allah. khusyu’ dan kerendahhatian pun takkan dapat kontinyu tanpa doa. (untuk
menunaikan shalat dan meraih kedudukan ini harus menghindari
keburukan-keburukan, meraih karunia Allah Ta’ala, khusyu’ dan khudhu’) Maka
dari itu, janganlah melewatkan siang hari dan malam hari kalian tanpa ada waktu
untuk berdoa.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar